Selasa, 29 September 2015

THAGHUT

Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwa kewajiban pertama yang Allah perintahkan kepada bani Adam adalah kufur kepada Thâghût dan iman kepada Allah, Allah berfirman: {“Dan sungguh telah kami utus kepada setiap umat itu seorang rasul (untuk menyeru) sembahlah Allah saja dan jauhilah Thâghût” } [QS. An-Nahl: 36].

Dan makna Thâghût sebagaimana yang didefinisikan oleh Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah adalah: “Segala sesuatu yang dengannya hamba melampaui batas, baik itu sesembahan, atau yang diikuti, atau yang ditaati sehingga Thâghût adalah setiap kaum yang dia berhukum kepadanya se-lain Allah dan Rasul-Nya, atau yang diikuti tanpa bashirah dari Allah, atau yang ditaati tanpa diketahui bahwa itu adalah ketaatan kepada Allah, maka para Thâghût-Thâghût ini jika engkau memperhatikannya dan memperhatikan keadaan manusia yang ada di sekelilingnya yang ber-samanya, engkau lihat bahwa kebanyakan adalah mereka (memalingkan) dari ibadah kepada Allah menjadi ibadah kepada Thâghût, dari berhukum kepada Allah dan kepada Rasul-Nya menjadi ber-hukum kepada Thâghût, dan dari menaati-Nya dan mengikuti Rasul-Nya menjadi menaati Thâghût dan mengikutinya” [I’lamu al-Muwaqqi’in]
 
Dan pemimpin para Thâghût ada lima:
 
Pertama: Setan yang menyeru untuk beribadah kepada selain Allah, dalilnya adalah firman Al-lah Ta’ala; {Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu ti-dak menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu} [QS. Yasin: 60]
 
Kedua: Hakim jahat yang merubah hukum-hukum Allah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala; {Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada thaghμt, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Thâghût itu. Dan setan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) kesesatan yang sejauh-jauhnya} [QS. An-Nisa: 60]
 
Ketiga: Yang menghukumi dengan selain apa yang telah Allah turunkan. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: {Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.} [QS. Al-Maidah: 44]
 
Syaikh Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim – rahimahullah – berkata: “Seperti orang yang memutuskan hukum dengan hukum jahiliah, atau hukum Negara, bahkan semua yang berhukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan , baik itu berupa undang-undang atau sesuatu yang dibuat-buat dan itu tidak berasal dari syariat, atau dengan berbuat jahat di dalam hukum maka dia adalah Thâghût dan termasuk Thâghût terbesar”.
 
Keempat: Yang mengaku memiliki ilmu ghaib selain Allah, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: {Dia Mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapa pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya.} [QS. Al-Jin: 26-27].
Dan juga firman-Nya {Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengeta-hui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya, tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata} [QS. Al-An’am: 59]
 
Kelima: Yang diibadahi selain Allah Ta’ala dan dia ridha dengan peribadahan itu. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: {Dan barangsiapa di antara mereka berkata, “Sungguh, aku adalah tu-han selain Allah,” maka orang itu Kami beri balasan dengan Jahanam. Demikianlah Kami memberi-kan balasan kepada orang-orang yang zalim} [QS. Al-Anbiya: 29]
 
Maka ketahuilah bahwa manusia tidak menjadi seorang yang beriman kepada Allah kecuali jika dia kufur kepada Thâghût, dan dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: {Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar (Ar-Rusyd) dengan jalan yang sesat (Al-Ghay). Maka barangsiapa yang kufur kepada Thâghût dan beri-man kepada Allah maka dia telah berpegang kepada buhul tali yang sangat yang tidak akan terpu-tus, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui}. [QS. Al-Baqarah: 256].
 
Ar-Rusydu adalah Dien Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam, dan al-Ghay adalah dien Abu Jahal, dan buhul tali yang kuat adalah Syahadat laa ilaaha illallah, yang didalamnya mengandung makna nafyu (peniadaan) dan itsbat (penetapan). Peniadaan akan seluruh jenis ibadah kepada se-lain Allah Ta’ala, dan menetapkan seluruh jenis ibadah hanya untuk Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
 
Syaikh Abdullah Abu Bathin rahimahullah berkata: (Thâghût mencakup seluruh yang diibadahi selain Allah, seluruh ketua kesesatan, yang mengajak kepada kebathilan dan memperbagusnya, dan mencakup juga: semua yang ditunjuk oleh manusia untuk menghukumi di antara mereka den-gan hukum-hukum jahiliah yang kontradiksi dengan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya. Juga mencakup: para dukun, penyihir, penunggu berhala, yang menyeru untuk beribadah kepada pen-ghuni kubur dan sebagainya, yang mengarang-ngarang cerita dusta sesat kepada orang-orang bodoh, yang membuat seolah penghuni kubur dapat memenuhi kebutuhan mereka dengan cara bertawajjuh dan menuju kepadanya, dan bahwa dia telah melakukan ini dan itu, yang merupakan kedustaan dan termasuk perbuatan setan, untuk membuat manusia samar dan mengira bahwa penduduk kubur dan selainnya dapat memenuhi kebutuhan orang yang menghadapnya, sehingga mereka terjatuh ke dalam syirik akbar dan pengikutnya. Dan pokok ini semua ini adalah, yang ter-besar dan paling utama; setan, dia adalah Thâghût terbesar) [Ad-Durar As-Saniyyah]
 
Dan di antara jenis Thâghût yang ada pada hari ini, yang wajib dikufuri dan hanya Allah yang wajib diimani adalah Majelis Perwakilan dan Parlemen, karena majlis perwakilan khususnya de-wan perundang-undangan tugas utamanya adalah membuat undang-undang dan peraturan menyaingi Allah, tugas utama parlemen adalah membuat peraturan untuk manusia, karena itu mereka disebut dewan undang-undang, Allah berfirman: {Apakah mereka mempunyai sesembahan selain Allah yang menetapkan aturan agama bagi mereka yang tidak diizinkan (diridai) Allah? Dan se-kiranya tidak ada ketetapan yang menunda (hukuman dari Allah) tentulah hukuman di antara mereka telah dilaksanakan. Dan sungguh, orang-orang zalim itu akan mendapatkan azab yang san-gat pedih.} [QS. Asy-Syura: 21]
 
Dan di antara jenis Thâghût yang ada pada hari ini, yang wajib dikufuri dan hanya Allah yang wajib diimani, adalah PBB, Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah Thâghût, kenapa? Karena ketetapan-ketetapan PBB mengharuskan kekufuran dan berjanji setia dengannya, di antara
ketetapan PBB yang mengharuskan kekufuran adalah mengharuskan kepada para anggotanya un-tuk berhukum kepada Mahkamah Internasional. Allah berfirman; {Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman kepada apa yang ditu-runkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelummu? Tetapi mereka masih menginginkan ketetapan hukum kepada Thâghût, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari Thâghût itu} [QS. An-Nisa: 60]
Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata: “Dan barangsiapa yang mencari hukum terhadap se-terunya kepada selain Allah dan Rasul-Nya maka dia telah berhukum kepada Thâghût, dan padahal dia telah diperintahkan untuk kufur kepada Thâghût, dan tidaklah seorang hamba kufur kepada Thâghût hingga dia menjadikan hukum hanya kepada Allah saja”.
 
Sifat kufur kepada Thâghût
 
Syaikh Muhammad At-Tamimi berkata: “Engkau mengingkari batilnya ibadah kepada selain Al-lah, engkau meninggalkannya dan membencinya, mengkafirkan pelakunya dan memusuhinya”. Allah berfirman; {Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja,” [QS. Al-Mumtahanah: 4] dan Allah berfirman; “Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah Thâghût”}. [QS. An-Nahl: 36]. 

Syaikh Sulaiman bin Sahman rahimahullah berkata; “Allah mengabarkan bahwa seluruh Rasul diutus untuk menjauhi Thâghût, maka siapa yang tidak menjauhinya maka dia telah menyelisihi seluruh rasul, Allah berfirman; {Dan orang-orang yang menjauhi Thâghût (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, mereka pantas menda-pat berita gembira; sebab itu sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hamba-Ku} [QS. Az-Zumar: 17]. Maka di dalam ayat ini terdapat hujjah atas wajibnya menjauhi Thâghût, dan maksud dari menjauhinya adalah membencinya, memusuhinya dengan hati, mencela dan menjelek-jelekkannya dengan lisan, dan menghilangkannya dengan tangan jika dia mampu, kemudian men-inggalkannya, maka siapa yang mengaku menjauhi Thâghût tapi tidak melakukan hal itu maka dia tidak jujur”.
 
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memperingatkan kita untuk tidak menjadi hakim-hakim kaum muslimin yang menyebarkan kezhaliman dan kerusakan, beliau bersabda; “Akan ada di akhir zaman pemimpin-pemimpin zhalim, menteri-menteri fasiq dan hakim-hakim pengkhianat dan ulama-ulama pendusta, maka siapa yang menemui zaman itu dari kalian maka janganlah kalian menjadi penarik pajaknya, pembantunya, dan polisinya” [diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam Mu’jam Al-Kabir, hadits ini shahih dengan jalur-jalurnya] dan sesungguhnya menjauhi memberi pertolongan kepada pemerintah yang menampakkan kekufuran bawwah dan permusu-han kepada agama Allah adalah hal yang lebih utama, dan Nabi Shallallahu alahi wa sallam ber-sabda; “Dengarkanlah, apakah kalian telah mendengar bahwa setelahku nanti akan terdapat pemimpin-pemimpin yang siapa menemuinya dan membenarkan kedustaannya dan menolong kezhalimannya maka dia bukan bagian dariku dan aku bukan bagian darinya dan dia tidak akan menemuiku di telaga, dan barangsiapa yang tidak menemuinya, tidak menolong kezhalimannya dan tidak membenarkan kedustaannya maka dia bagian dariku dan aku bagian darinya dan dia akan menemuiku di telaga kelak”. [shahih Tirmidzi].

Dan segala puji hanya bagi Allooh

Sumber : Maktabah Al Himmaah